Allah subhanahu wata'ala berfirman :
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو
اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (21)
(artinya)
: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al Ahzab : 21).
Dan kebahagian atau kesengsaraan seorang hamba di dunia dan di akhirat,
itu tergantung bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam dalam kehidupannya. Baik itu berupa hubungan dia dengan
Allah subhanahu wata'ala atau dengan manusia yang lainnya. Atau
hubungan antara dia dengan keluarganya atau dengan dirinya sendiri. Dan
demikian pula hubungan antara dia dengan makhluk yang lainnya, baik yang
bernyawa seperti hewan atau pun yang lainnya. Seluruh hal ini telah
diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dalam hadits
yang shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : كُلُّ
أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى قَالُوا : يَا رَسُولَ
اللهِ ، وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ
عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.
(artinya)
: seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan. (Para shahabat)
bertanya : wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, siapa yang
enggan? Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab :
barangsiapa yang mentaatiku, maka dia akan masuk surga dan barangsiapa
yang bermaksiat (tidak mentaati beliau) kepadaku maka dia enggan masuk
surga. (HR. Al Bukhori no. 7280 dari Abu Hurairah).
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
عَنْ
أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ مَثَلِى
وَمَثَلَ مَا بَعَثَنِىَ اللَّهُ بِهِ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَتَى قَوْمَهُ
فَقَالَ يَا قَوْمِ إِنِّى رَأَيْتُ الْجَيْشَ بِعَيْنَىَّ وَإِنِّى أَنَا
النَّذِيرُ الْعُرْيَانُ فَالنَّجَاءَ. فَأَطَاعَهُ
طَائِفَةٌ مِنْ قَوْمِهِ فَأَدْلَجُوا فَانْطَلَقُوا عَلَى مُهْلَتِهِمْ
وَكَذَّبَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ فَأَصْبَحُوا مَكَانَهُمْ فَصَبَّحَهُمُ
الْجَيْشُ فَأَهْلَكَهُمْ وَاجْتَاحَهُمْ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ أَطَاعَنِى
وَاتَّبَعَ مَا جِئْتُ بِهِ وَمَثَلُ مَنْ عَصَانِى وَكَذَّبَ مَا جِئْتُ
بِهِ مِنَ الْحَقِّ ».
(artinya)
: sesungguhnya permisalanku dan apa yang Allah subhanahu wata'ala
mengutusku dengannya, seperti seorang yang datang kepada kaumnya. Lalu
dia mengatakan : wahai kaumku, sesungguhnya aku melihat dengan mata
kepalaku sendiri ada suatu pasukan (yang akan datang menyerang), dan
sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan, maka selamatkanlah
(diri kalian). Sekelompok orang dari kaumnya pun mentaatinya, sehingga
mereka berjalan (di waktu malam) dan pergi dengan diam-diam
(meninggalkan tempat mereka). Dan sekelompok yang lain, mereka
mendustakannya. Sehingga tatkala waktu pagi datang, mereka masih berada
di tempat mereka. Lalu pasukan tersebut pun menyerang dan membinasakan
mereka. Maka yang demikian itu seperti seorang yang mentaatiku dan
mengikuti apa yang aku datang dengannya (sehingga dia pun selamat), dan
seperti seorang yang bermaksiat kepadaku dan mendustakan apa yang aku
datang dengannya berupa kebenaran (sehingga dia pun binasa). (HR. Al
bukhori no. 7283 dan Muslim no. 6094 dari Abu Musa).
Maka
barangsiapa yang menginginkan keselamatan, baik di dunia atau di
akhirat, hendaklah dia mencontoh dan mengikuti Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam. Baik itu dalam urusan dunia dan terlebih lagi urusan
akhirat. Dan diantara yang beliau bimbingkan adalah bagaimana sikap yang
benar ketika turun hujan dan hukum-hukum yang terkait dengan turunnya
hujan.
Hujan
merupakan salah satu nikmat yang Allah subhanahu wata'ala turunkan
kepada hamba-hambaNya. Namun tidak semua orang mendapatkan nikmat ini.
Ada sebagian mereka yang mendapatkannya, sehingga mereka pun hidup
dengan bahagia, dan demikian pula hewan-hewan yang ada di sekeliling
mereka. Dan ada pula sebagian mereka yang Allah subhanahu wata'ala tidak
menurunkan hujan kepada mereka, sehingga mereka pun hidup dalam
kesengsaraan. Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
dalam rangka untuk mencarinya.
Sebelum hujan turun, biasanya muncul dilangit beberapa tanda. Seperti
awan hitam, suara petir, angin yang kencang dan yang lainnya. Bagi
sebagian orang, mereka menganggap hal ini adalah hal yang biasa saja.
Namun, sesungguhnya ini merupakan salah satu dari tanda kekuasaan Allah
subhanahu wata'ala yang Allah subhanahu wata'ala perlihatkan kepada
hambaNya. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
tatkala melihat hal yang semacam ini, beliau merasa takut. Beliau
khawatir kalau seandainya itu merupakan adzab dari Allah subhanahu
wata'ala.
Perhatikanlah
keadaan kaum ‘Aad. Tatkala mereka melihat awan yang hitam menuju tempat
mereka, mereka bergembira dengannya. Mereka menyangka bahwa akan turun
kepada mereka hujan sehingga mereka bisa mengambil manfaat darinya.
Allah subhanahu wata'ala kisahkan mereka dalam Al Quran:
فَلَمَّا
رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا عَارِضٌ
مُمْطِرُنَا بَلْ هُوَ مَا اسْتَعْجَلْتُمْ بِهِ رِيحٌ فِيهَا عَذَابٌ
أَلِيمٌ (24) تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا
يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ
(25)
(artinya)
: Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami." (Bukan!) bahkan itulah adzab yang kamu
minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung adzab
yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Robbnya,
maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas)
tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang
berdosa. (Al Ahqof : 24-25)
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ وَكَانَ
إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ ذَلِكَ فِى وَجْهِهِ. فَقَالَتْ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَى النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا.
رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عَرَفْتُ
فِى وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةَ قَالَتْ فَقَالَ « يَا عَائِشَةُ مَا
يُؤَمِّنُنِى أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ قَدْ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ
وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا (هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا) ».
Dalam riwayat Al Bukhori dan Muslim, Aisyah menceritakan keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tatkala
melihat kondisi langit yang berubah. Beliau berkata : Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tatkala melihat mendung atau angin,
(terjadi perubahan pada keadaan beliau) hal itu diketahui dari wajah
beliau. Maka Aisyah pun bertanya : wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam, aku melihat manusia apabila mereka melihat mendung, mereka
senang. Mereka berharap akan turun hujan. (Namun) aku melihatmu, jika
engkau melihat mendung, aku melihat di wajahmu ada kebencian
(kegelisahan). Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
: wahai Aisyah, apa yang bisa membuatku merasa aman, boleh jadi padanya
ada adzab, sungguh telah diadzab suatu kaum dengan angin, dan sungguh
ada suatu kaum yang mereka melihat adzab mereka justru mengatakan : ini
adalah mendung yang akan menurunkan hujan kepada kami. (HR. Al Bukhori
no. 4829 dan Muslim no. 2123 dari Aisyah).
عَنْ
عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا عَصَفَتِ الرِّيحُ قَالَ «
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا وَخَيْرَ مَا
أُرْسِلَتْ بِهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا وَشَرِّ
مَا أُرْسِلَتْ بِهِ ». قَالَتْ وَإِذَا تَخَيَّلَتِ السَّمَاءُ تَغَيَّرَ
لَوْنُهُ وَخَرَجَ وَدَخَلَ وَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ فَإِذَا مَطَرَتْ
سُرِّىَ عَنْهُ فَعَرَفْتُ ذَلِكَ فِى وَجْهِهِ. قَالَتْ عَائِشَةُ
فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ « لَعَلَّهُ يَا عَائِشَةُ كَمَا قَالَ قَوْمُ عَادٍ
(فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ قَالُوا هَذَا
عَارِضٌ مُمْطِرُنَا) ».
Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga
pernah mengatakan (yang artinya) : adalah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam apabila bertiup angin yang kencang, beliau berdoa : Allahumma
inni as aluka khoiroha wa khoiro ma fiiha wa khoiro ma ursilat bihi wa
Allah subhanahu wata'ala’udzibuka men syarriha wa syarri ma fiha wa
syarri ma ursilat bihi (yang artinya : wahai Allah, sesungguhnya aku
meminta kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang ada padanya, serta
kebaikan yang dia diutus dengannya. Dan aku berlindung kepadaMu dari
kejelekannya dan kejelekan yang ada padanya, serta kejelekan yang dia
diutus dengannya).
Dan
apabila langit berubah keadaannya, berubah warnanya, maka beliau
shallallahu 'alaihi wasallam keluar masuk, ke depan dan ke belakang
(yakni beliau gelisah). Dan jika telah turun hujan, maka beliau pun
senang. Aku mengetahui hal itu dari raut muka beliau shallallahu 'alaihi
wasallam. Aisyah pun menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau pun menjawab : barangkali wahai
Aisyah, sebagaimana kaum ‘Aad dahulu mereka mengatakan tatkala mereka
melihat mendung menuju tempat mereka, mereka berkata : ini adalah
mendung yang akan menurunkan hujan kepada kami (padahal yang
sesungguhnya itu adalah adzab dari Allah subhanahu wata'ala). (HR.
Muslim no. 2122 dari Aisyah).
Maka dari sini kita mengetahui bahwa tidaklah setiap hujan itu
mengandung manfaat bagi orang yang diturunkan kepada mereka hujan.
Bahkan ada diantara hujan yang padanya mengandung adzab dari Allah
subhanahu wata'ala. Dan kita saksikan di zaman ini, di berbagai tempat
turun padanya hujan, namun hujan tersebut bukan membawa kebaikan tapi
justru keburukan, seperti banjir bandang, tanah longsor, dan yang
lainnya. Oleh karena itu, bagi seorang muslim, tatkala dia melihat
tanda-tanda akan diturunkan hujan, hendaklah dia berdoa kepada Allah
subhanahu wata'ala agar menjadikan pada mendung tersebut ada hujan yang
bermanfaat. Dan semoga air hujan yang turun tersebut, membawa kebaikan
bagi penduduk bumi sehingga dengannya tumbuh berbagai jenis tanaman dan
tidak merusak apa yang di bumi.
Sebagian
ulama, seperti Al ‘Aini, mengatakan : hujan yang turun ke muka bumi
padanya ada dua kenikmatan, yaitu nikmat adanya air sehingga manusia dan
hewan bisa mengambil manfaat darinya, dan (hujan) merupakan sebab
tumbuhnya berbagai jenis tanaman, (yang manusia dan hewan juga mengambil
manfaat darinya).
Kemudian,
diantara bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam terkait
permasalahan turunnya hujan adalah meyakini bahwa turunnya hujan
merupakan kekhususan ilmu Allah subhanahu wata'ala. Yakni bahwasanya
Dialah Allah subhanahu wata'ala satu-satunya yang mengetahui kapan
turunnya. Sehingga, tidak ada seorang pun yang mampu mengetahui kapan
turunnya hujan. Dalam Al Quran Allah subhanahu wata'ala berfirman :
إِنَّ
اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (34)
(artinya):
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Luqman : 34)
Lalu bagaimana dengan berita-berita tentang turunnya hujan, baik yang
ada di koran, majalah, radio atau yang lainnya? permasalahan ini telah
dijawab oleh para ulama. Mereka mengatakan : hal ini diperbolehkan
dengan dua syarat. Yang pertama hendaklah berita-berita tersebut
dibangun diatas qorinah (tanda-tanda) yang ada dan dengan menggunakan
alat-alat yang sudah diketahui (yakni digunakan untuk meneliti cuaca).
Dan yang kedua, hendaklah berita-berita yang semacam ini dibangun diatas
persangkaan bukan secara yakin, sekalipun telah menggunakan alat.
Karena yang namanya alat, tidak bisa memberikan kepastian, dan kepastian
itu hanya dari sisi Allah subhanahu wata'ala. Terkadang dalam
penelitian, terdapat tanda-tanda akan diturunkannya hujan, namun tatkala
Allah subhanahu wata'ala menghendaki untuk tidak turun hujan, maka
hujan pun tidak turun walau hanya setetes air. Sehingga kita tidak boleh
memastikan turunnya hujan.
Dan
diantara bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang lain
ketika turun hujan adalah menyandarkannya kepada Allah subhanahu
wata'ala. Dialah Allah subhanahu wata'ala satu-satunya yang mampu untuk
mendatangkan hujan. Dan tidak ada seorang pun yang mampu untuk
mendatangkannya. Maka jika ada seorang yang mengaku bisa mendatangkan
hujan, maka sungguh dia telah berdusta. Adapun bila turun hujan dengan
sebab dia, maka itu merupakan bentuk pancingan dari Allah subhanahu
wata'ala untuk menguji hamba-hambaNya. Jika ada yang percaya bahwa dia
mampu menurunkan hujan, maka orang tersebut telah kafir kepada Allah
subhanahu wata'ala. Dan orang yang mendustakannya, maka orang tersebut
telah beriman kepada Allah subhanahu wata'ala.
عَنْ
زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّهُ قَالَ صَلَّى لَنَا رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم صَلاَةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى
إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنَ اللَّيْلَةِ فَلَمَّا انْصَرَفَ النَّبِيُّ
صلى الله عليه وسلم أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ، فَقَالَ : هَلْ تَدْرُونَ
مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ
أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ
بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا فَذَلِكَ
كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ.
Zaid bin Kholid, seorang shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
yang mulia, beliau pernah mengatakan : Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengerjakan sholat subuh bersama kami di Hudaibiyyah. (Waktu
itu) masih ada bekas dilangit karena (hujan yang turun) tadi malam.
Tatkala telah selesai, beliau menghadap kepada manusia (para jamaah).
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bertanya : apakah
kalian tahu apa yang dikatakan oleh Robb kalian? Mereka menjawab : Allah
dan RosulNya yang lebih mengetahui. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
: (Allah subhanahu wata'ala berfirman (yang artinya) ) di waktu pagi
ini, ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir kepadaKu. Adapun
orang yang mengatakan kami diberi hujan dengan keutamaan dari Allah
subhanahu wata'ala dan rahmatNya, maka dia beriman kepadaKu dan kafir
dengan bintang-bintang. Dan adapun orang yang mengatakan (kami diberi
hujan) dengan sebab bintang ini dan bintang itu, maka dia kafir kepadaKu
dan beriman dengan bintang-bintang. (HR. Al Bukhori no. 1038 dan Muslim
no.240 dari Zaid Bin Kholid).
Adapun mereka yang menyandarkan hujan kepada selain Allah subhanahu
wata'ala, maka secara terperinci mereka terbagi menjadi tiga bagian :
Pertama : Orang
yang menisbatkan turunnya hujan kepada selain Allah subhanahu wata'ala.
Yakni meyakini bahwa selain Allah subhanahu wata'ala dialah yang
menurunkan hujan. Maka orang yang semacam ini, dia telah terjatuh
kedalam syirik besar.
Kedua :
Orang yang menisbatkan sebab turunnya hujan kepada selain Allah
subhanahu wata'ala. Yakni meyakini bahwa selain Allah subhanahu wata'ala
dia adalah sebagai sebab turunnya hujan, adapun yang menurunkan hujan
adalah Allah subhanahu wata'ala. Maka orang yang semacam ini, dia telah
terjtuh kepada syirik kecil.
Ketiga :
Orang yang menisbatkan turunnya hujan kepada waktu tertentu. Sebagai
contohnya mereka menisbatkan turunnya hujan di waktu bintang tertentu
muncul. Para ulama berselisih dalam menghukumi hal ini, dan pendapat
yang shahih Wallahu a'lam, adalah dilihat kepada orang yang
melakukannya. Jika dia memiliki ketergantungan terhadap bintang
tersebut, maka hendaklah dia dilarang karena bisa menjerumuskan kedalam
syirik.
sumber: http://www.salafybpp.com